Bulan Februari yang dingin
Aku duduk di kursi reyot ku
Menghirup teh hangat
Tenang menatap tangisan bumi
Ku berpikir
Betapa mulia si empunya dunia ini
Ia bisa membasahi
Maupun mengeringkan
Ku menutup mata
Akankah di peraduan terakhirku nanti
Akankah di tanah damai ku nanti
Si empunya akan membasahi ku?
Akankah mayat ku kedinginan
Bukankah nanti aku sendirian
Tidak ada kekasih ku untuk ku peluk
Tidak ada teh hangat untuk ku hirup
Mendadak semua mata ku panas
Bumi menangis bersama ku
Betapa kotornya aku
Bahkan lebih kotor dibanding tanah damaiku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar